Aksi #KoinForAustralia



Dari sekian pelaksanaan hukuman mati di Indonesia, rencana eksekusi mati dua narapidana kasus narkoba Andrew Chan dan Myuran Sukumaran adalah peristiwa paling penting dalam melihat geopolitik kawasan. Kasus itu membuat Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengeluarkan pernyataan kontroversial yang menyulut reaksi keras warga di Indonesia ataupun Australia.
sebagai pemuda Aceh saya tergerak untuk ikut berpartisipasi dengan teman, keluarga, dan masyarakat guna beaksi mengumpulkan uang koin recehan untuk mengembalikan sumbangan Australia kepada Indonesia pada saat Tsunami Aceh 2004 silam.
Saya termotivasi dari berbagai kaum di Indonesia yang juga melakukan aksi yang sama. Pada Senin, 23 Februari, mahasiswa dan masyarakat korban tsunami di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, melakukan aksi pengumpulan koin untuk mengembalikan sumbangan Australia kepada korban bencana tsunami Aceh, Desember 2004. Aksi serempak juga dilakukan di berbagai daerah di Indonesia.
Korban tsunami dan rakyat Indonesia pantas tersinggung atas ucapan Abbott yang meminta Indonesia tidak melupakan sumbangan yang diberikan rakyat Australia dalam jumlah sangat besar saat tsunami menerjang Indonesia.
Sebelumnya, berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Australia untuk menganulir hukuman mati bagi kedua warganya tersebut, di antaranya lewat peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung dan permohonan grasi. Setelah PK ditolak, Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden tertanggal 17 Januari 2015 menolak memberikan grasi kepada kedua gembong narkoba tersebut.
Sejumlah kecaman dari Indonesia dan masyarakat Muslim di Australia justru makin membuat Abbott tersudut. Kecaman juga datang lewat media sosial. Lewat tagar #KoinUntukAustralia, #CoinForAbbott, dan #CoinForAustralia, kemarahan ”kaum netizen” diungkapkan.
Sebaliknya, pernyataan Abbott yang menyinggung perasaan masyarakat Indonesia justru menimbulkan situasi yang menguntungkan bagi Presiden Joko Widodo yang baru saja melewati ujian berat dalam proses penunjukan kepala Polri. Kasus pengajuan nama Budi Gunawan sebagai calon kepala Polri telah melebar menjadi persoalan kritis yang melibatkan hubungan antarlembaga negara, partai politik, dan kepercayaan publik. Melihat reaksi masyarakat selama dua bulan terakhir, popularitas Jokowi sangat rentan tergerus.
Dengan menolak grasi yang diajukan kedua terpidana mati asal Australia, sesungguhnya ia tidak saja meneguhkan kedaulatan atas wilayah hukum Indonesia, tetapi juga menyelamatkan dirinya dari titik kritis popularitas. Keluarnya pernyataan Abbott, merupakan ”blunder” politik yang menguntungkan karena memicu solidaritas massa yang sangat dibutuhkan setelah opini publik terpecah dalam pemilu yang dramatis tahun lalu dan setelah proses pencalonan Budi Gunawan menjadi bola liar yang merontokkan kepercayaan publik kepada pemerintahan baru.
Dilihat dari sudut geopolitik kawasan, persoalan eksekusi mati ini menjadi pertaruhan yang sangat penting bagi kedua negara, Indonesia dan Australia. Setelah beberapa kali ”kehilangan muka” di mata internasional akibat campur tangan Australia ke dalam wilayah hukum RI, kasus ini bisa menjadi momentum kebangkitan bagi Indonesia di mata internasional, terutama kawasan Asia Tenggara dan Australia.
Sejumlah golongan di Aceh juga melakukan hal yang sama untuk mengembalikan dana yang diberikan untuk bencana Tsunami di Aceh dengan cara melelang batu Giok, dimana seluruh hasil pelelangan akan dikumpul dan disatukan dengan #CoinForAustralia untuk langsung diserahkan kepada pihak pemerintah Australia.
Jadi, intinya Indonesia tetap akan mendukung kebijakan pemerintah untuk tetap mengeksekusi mati dua orang asal Australia yang terlibat kasus narkoba. Karena narkoba lebih kejam daripada teroris karena kalau teroris seperti di Bali, mngkin hanya 200 orang korbannya. Namun narkoba ribuan orang mati karena ini.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.